Telah
terbukti hingga saat ini hanya konsepsi HAM dan demokrasilah yang paling
mengakui dan menjamin harkat kemanusiaan. Konsepsi HAM dan demokrasi yaitu
berupa relativitas manusia dan kemutlakan Tuhan. Hal ini mempunyai akibat bahwa
pada hakikatnya kedudukan antara satu manusia dengan manusia yang lain adalah
sama atau dapat disebut bahwa tidak ada yang mempunyai posisi yang lebih tinggi
derajatnya, karena hanya Tuhanlah yang secara mutlak memiliki kedudukan yang
tinggi. Semua kebenaran yang dihasilkan dari pemikiran manusia merupakan
kebenaran yang bersifat relatif, karena hanya Tuhanlah yang memiliki kebenaran
secara mutlak.
Hak
asasi manusia yaitu hak yang diperoleh sejak kelahirannya sebagai manusia yang
merupakan karunia Sang Pencipta. Interaksi sosial yang terjadi di kehidupan
manusia menjunjung tinggi prinsip persamaan dan kesederajatan. Hal ini
dikarenakan antara satu manusia dengan manusia yang lainnya diciptakan dengan
kedudukan yang sederajat dan hak-hak yang sama. Tetapi dalam faktanya
memperlihatkan bahwa manusia untuk dapat menjaga derajat kemanusiaan dan
mencapai tujuannya manusia selalu hidup dalam komunitas sosial yang kemudian
hal ini mengakibatkan munculnya struktur sosial yang membutuhkan
kekuasaan untuk dapat menjalankannya. Kekuasaan dalam suatu organisasi
dapat diperoleh berdasarkan legitimasi religius, legitimasi ideologis eliter
atau pun legitimasi pragmatis. Namun kekuasaan berdasarkan
legitimasi-legitimasi tersebut dengan sendirinya mengingkari kesamaan dan
kesederajatan manusia, karena mengklaim kedudukan lebih tinggi sekelompok
manusia dari manusia lainnya. Selain itu, kekuasaan yang berdasarkan ketiga
legitimasi diatas akan menjadi kekuasaan yang absolut, karena asumsi dasarnya
menempatkan kelompok yang memerintah sebagai pihak yang berwenang secara
istimewa dan lebih tahu dalam menjalankan urusan kekuasaan negara. Kekuasaan
yang didirikan berdasarkan ketiga legitimasi tersebut bisa dipastikan akan
menjadi kekuasaan yang otoriter.
Konsepsi
HAM dan demokrasi dalam perkembangannya sangat terkait dengan konsepsi negara
hukum. Dalam sebuah negara hukum, sesungguhnya yang memerintah adalah hukum,
bukan manusia. Hukum dimaknai sebagai kesatuan hirarkis tatanan norma hukum
yang berpuncak pada konstitusi. Hal ini berarti bahwa dalam sebuah negara hukum
menghendaki adanya supremasi konstitusi. Supremasi konstitusi disamping
merupakan konsekuensi dari konsep negara hukum, sekaligus merupakan pelaksanaan
demokrasi karena konstitusi adalah wujud perjanjian sosial tertinggi.
Selain
itu, prinsip demokrasi atau kedaulatan rakyat dapat menjamin peran serta
masyarakat dalam proses pengambilan keputusan, sehingga setiap peraturan
perundang-undangan yang diterapkan dan ditegakkan benar-benar mencerminkan
perasaan keadilan masyarakat. Hukum dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku tidak boleh ditetapkan dan diterapkan secara sepihak oleh dan atau
hanya untuk kepentingan penguasa. Hal ini bertentangan dengan prinsip
demokrasi. Hukum tidak dimaksudkan untuk hanya menjamin kepentingan beberapa
orang yang berkuasa, melainkan menjamin kepentingan keadilan bagi semua orang.
Dengan demikian negara hukum yang dikembangkan bukan absolute rechtsstaat,
melainkan democratische rechtsstaat.
Sebagaimana
telah berhasil dirumuskan dalam naskah Perubahan Kedua UUD 1945, ketentuan
mengenai hak-hak asasi manusia telah mendapatkan jaminan konstitusional yang
sangat kuat dalam Undang-Undang Dasar. Sebagian besar materi Undang-Undang
Dasar ini sebenarnya berasal dari rumusan Undang-Undang yang telah disahkan
sebelumnya, yaitu UU tentang Hak Asasi Manusia. Jika dirumuskan kembali, maka
materi yang sudah diadopsikan ke dalam rumusan Undang-Undang Dasar 1945
mencakup 27 materi berikut:
1.Setiap
orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.
2.Setiap
orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan
yang sah.
3.Setiap
anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
4.Setiap
orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar
apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat
diskriminatif itu.
5.Setiap
orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan
dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat
tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.
6.Setiap
orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan
sikap, sesuai dengan hati nuraninya.
7.Setiap
orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.
8.Setiap
orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan
pribadi dan lingkungan sosialnya serta berhak untuk mencari, memperoleh,
memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan
segala jenis saluran yang tersedia.
9.Setiap
orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan,
martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa
aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat
sesuatu yang merupakan hak asasi.
10.Setiap
orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan
derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara
lain.
Jika
ketentuan-ketentuan yang sudah diadopsikan ke dalam Undang-Undang Dasar
diperluas dengan memasukkan elemen baru yang bersifat menyempurnakan rumusan
yang ada, lalu dikelompokkan kembali sehingga mencakup ketentuan-ketentuan baru
yang belum dimuat di dalamnya, maka rumusan hak asasi manusia dalam Undang-Undang
Dasar dapat mencakup lima kelompok materi sebagai berikut:
1.Kelompok Hak-Hak Sipil yang dapat dirumuskan menjadi:
a.Setiap
orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup dan kehidupannya.
b.Setiap
orang berhak untuk bebas dari penyiksaan, perlakuan atau penghukuman lain yang
kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat kemanusiaan.
c.Setiap
orang berhak untuk bebas dari segala bentuk perbudakan.
2.Kelompok Hak-Hak Politik, Ekonomi, Sosial dan Budaya
a.Setiap
warga negara berhak untuk berserikat, berkumpul dan menyatakan pendapatnya
secara damai.
b.Setiap
warga negara berhak untuk memilih dan dipilih dalam rangka lembaga perwakilan
rakyat.
c.Setiap
warga negara dapat diangkat untuk menduduki jabatan-jabatan publik.
3.Kelompok Hak-Hak Khusus dan Hak Atas Pembangunan
a.Setiap
warga negara yang menyandang masalah sosial, termasuk kelompok masyarakat
yang terasing dan yang hidup di lingkungan terpencil, berhak mendapat
kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan yang sama.
b.Hak
perempuan dijamin dan dilindungi untuk mencapai kesetaraan gender dalam
kehidupan nasional.
c.Hak
khusus yang melekat pada diri perempuan yang dikarenakan oleh fungsi
reproduksinya dijamin dan dilindungi oleh hukum.
4.Tanggungjawab Negara dan Kewajiban Asasi Manusia
a.Setiap
orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
b.Dalam
menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk pada pembatasan
yang ditetapkan oleh undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin
pengakuan dan penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain serta untuk memenuhi
tuntutan keadilan sesuai dengan nilai-nilai agama, moralitas dan kesusilaan,
keamanan dan ketertiban umum dalam masyarakat yang demokratis.
c.Negara
bertanggungjawab atas perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak-hak
asasi manusia.
Sering
dikemukakan bahwa pengertian konseptual hak asasi manusia itu dalam sejarah
instrumen hukum internasional setidak-tidaknya telah melampaui tiga generasi
perkembangan. Ketiga generasi perkembangan konsepsi hak asasi manusia itu
antara lain:
Generasi
Pertama, pemikiran mengenai
konsepsi hak asasi manusia yang sejak lama berkembang dalam wacana para ilmuwan
sejak era enlightenment di Eropa, meningkat menjadi
dokumen-dokumen hukum internasional yang resmi. Puncak perkembangan generasi
pertama hak asasi manusia ini adalah pada persitiwa penandatanganan naskah Universal Declaration of Human
Rights Perserikatan
Bangsa-Bangsa pada tahun 1948 setelah sebelumnya ide-ide perlindungan hak
asasi manusia itu tercantum dalam naskah-naskah bersejarah di beberapa negara,
seperti di Inggris dengan Magna
Charta dan Bill of Rights, di Amerika
Serikat dengan Declaration of
Independence, dan di Perancis dengan Declaration
of Rights of Man and of the Citizens. Dalam konsepsi generasi pertama ini
elemen dasar konsepsi hak asasi manusia itu mencakup soal prinsip integritas
manusia, kebutuhan dasar manusia, dan prinsip kebebasan sipil dan politik.
Pada
perkembangan selanjutnya yang dapat disebut sebagai hak asasi manusia Generasi Kedua, di samping adanya International Couvenant on Civil
and Political Rights, konsepsi
hak asasi manusia mencakup pula upaya menjamin pemenuhan kebutuhan untuk
mengejar kemajuan ekonomi, sosial dan kebudayaan, termasuk hak atas pendidikan,
hak untuk menentukan status politik, hak untuk menikmati ragam penemuan
penemuan-penemuan ilmiah, dan lain-lain sebagainya. Puncak perkembangan kedua
ini tercapai dengan ditandatanganinya International
Couvenant on Economic, Social and Cultural Rights pada tahun 1966.
Kemudian
pada tahun 1986, muncul pula konsepsi baru hak asasi manusia yaitu mencakup
pengertian mengenai hak untuk pembangunan atau rights to development. Hak atas
atau untuk pembangunan ini mencakup persamaan hak atau kesempatan untuk maju
yang berlaku bagi segala bangsa, dan termasuk hak setiap orang yang hidup
sebagai bagian dari kehidupan bangsa tersebut. Hak untuk atau atas pembangunan
ini antara lain meliputi hak untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan, dan
hak untuk menikmati hasil-hasil pembangunan tersebut, menikmati hasil-hasil
dari perkembangan ekonomi, sosial dan kebudayaan, pendidikan, kesehatan,
distribusi pendapatan, kesempatan kerja, dan lain-lain sebagainya. Konsepsi
baru inilah yang oleh para ahli disebut sebagai konsepsi hak asasi manusia Generasi Ketiga.
Namun
demikian, ketiga generasi konsepsi hak asasi manusia tersebut pada pokoknya
mempunyai karakteristik yang sama, yaitu dipahami dalam konteks hubungan
kekuasaan yang bersifat vertikal, antara rakyat dan pemerintahan dalam suatu
negara. Setiap pelanggaran terhadap hak asasi manusia mulai dari generasi
pertama sampai ketiga selalu melibatkan peran pemerintah yang biasa
dikategorikan sebagai crime by
government yang termasuk ke
dalam pengertian political
crime (kejahatan politik)
sebagai lawan dari pengertian crime
against government (kejahatan
terhadap kekuasaan resmi). Karena itu, yang selalu dijadikan sasaran perjuangan
hak asasi manusia adalah kekuasaan represif negara terhadap rakyatnya. Akan
tetapi, dalam perkembangan zaman sekarang dan di masa-masa mendatang,
sebagaimana diuraikan di atas dimensi-dimensi hak asasi manusia itu akan
berubah makin kompleks sifatnya.
Persoalan
hak asasi manusia tidak cukup hanya dipahami dalam konteks hubungan kekuasaan
yang bersifat vertikal, tetapi mencakup pula hubungan-hubungan kekuasaan yang
bersifat horizontal, antar kelompok masyarakat, antara golongan rakyat atau
masyarakat, dan bahkan antar satu kelompok masyarakat di suatu negara dengan
kelompok masyarakat di negara lain.
Konsepsi
baru inilah yang saya sebut sebagai konsepsi hak asasi manusia Generasi Keempat seperti telah saya uraikan sebagian
pada bagian terdahulu. Bahkan sebagai alternatif, menurut pendapat saya,
konsepsi hak asasi manusia yang terakhir inilah yang justru tepat disebut
sebagai Konsepsi HAM Generasi
Kedua, karena sifat
hubungan kekuasaan yang diaturnya memang berbeda dari konsepsi-konsep HAM
sebelumnya. Sifat hubungan kekuasaan dalam konsepsi
Generasi Pertama bersifat
vertikal, sedangkan sifat
hubungan kekuasaan dalam konsepsi Generasi Kedua bersifat horizontal. Dengan
demikian, pengertian konsepsi HAM generasi kedua dan generasi ketiga sebelumnya
cukup dipahami sebagai perkembangan varian yang sama dalam tahap pertumbuhan
konsepsi generasi pertama.
Konsepsi
HAM yang pada awalnya menekankan pada hubungan vertikal, terutama dipengaruhi
oleh sejarah pelanggaran HAM yang terutama dilakukan oleh negara, baik terhadap
hak sipil-politik maupun hak ekonomi, sosial, dan budaya. Sebagai
konsekuensinya, disamping karena sudah merupakan tugas pemerintahan, kewajiban
utama perlindungan dan pemajuan HAM ada pada pemerintah. Hal ini dapat kita
lihat dari rumusan-rumusan dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia,
Konvenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik, serta Konvenan
Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, yang merupakan pengakuan
negara terhadap hak asasi manusia sebagaimana menjadi substansi dari ketiga
instrumen tersebut. Konsekuensinya, negara-lah yang terbebani kewajiban
perlindungan dan pemajuan HAM. Kewajiban negara tersebut ditegaskan dalam
konsideran “Menimbang” baik dalam Konvenan Internasional tentang Hak Sipil dan
Politik maupun Konvenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya.
Dalam hukum nasional, Pasal 28I ayat (4) UUD 1945 menyatakan bahwa
perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan HAM adalah tanggungjawab
negara, terutama Pemerintah.
Pelanggaran
HAM tidak hanya dapat dilakukan oleh negara. Dalam pola relasi kekuasaan
horisontal peluang terjadinya pelanggaran HAM lebih luas dan aktor pelakunya
juga meliputi aktor-aktor non negara, baik individu maupun korporasi. Karena
itulah memang sudah saatnya kewajiban dan tanggungjawab perlindungan dan
pemajuan HAM juga ada pada setiap individu dan korporasi. Hal ini juga telah
dinyatakan dalam “Declaration on the Right and Responsibility of
Individuals, Groups, and Organs of Society to Promote and Protect Universally
Recognized Human Rights and Fundamental Freedom” pada tahun 1998.
Kewajiban
dan tanggungjawab tersebut menjadi semakin penting mengingat masalah utama yang
dihadapi umat manusia bukan lagi sekedar kejahatan kemanusiaan, genosida,
ataupun kejahatan perang. Permasalahan yang dihadapi umat manusia saat ini
lebih bersifat mengakar, yaitu kemiskinan dan keterbelakangan, yang mau tidak
mau harus diakui sebagai akibat eksploitasi atau paling tidak ketidakpedulian
sisi dunia lain yang mengenyam kekayaan dan kemajuan. Kewajiban dan
tanggungjawab korporasi dalam bentuk Corporate
Social Responsibility terutama
dalam Community Development,
tidak seharusnya sekedar dimaknai sebagai upaya membangun citra. Kewajiban dan
tanggungjawab tersebut lahir karena komitmen kemanusiaan. Kewajiban tersebut
juga lahir karena kesadaran bahwa aktivitas korporasi, secara langsung maupun
tidak, telah ikut menciptakan ketimpangan, kemiskinan, dan keterbelakangan.
Tanpa peran serta korporasi, upaya menciptakan dunia yang lebih baik, dunia
yang bebas dari kelaparan dan keterbelakangan akan sulit dilakukan mengingat
kekuasaan korporasi yang sering kali melebihi kemampuan suatu negara.
No comments:
Post a Comment